Kebijakan pemerintah yang digulirkan melalui Undang-Undang Cipta Kerja memberikan peluang peningkatan penanaman modal di Indonesia. Beleid ini akan sangat berdampak terhadap kinerja industri dalam negeri, termasuk di dalamnya klaster ketenagakerjaan.
Bagaimana peran perguruan tinggi sebagai pencetak lulusan sarjana yang terserap di berbagai sektor industri, dan bagaimana tenaga kerja Indonesia siap bersanding dengan tenaga kerja asing? Revolusi industri mengubah banyak hal, baik di sektor industri maupun tenaga kerja, termasuk banyak pekerjaan di ma sa depan yang akan digantikan oleh mesin.
Pendidikan tinggi di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir tampaknya sudah beradaptasi dalam menghadapi tantangan era digital dengan penyesuaian kurikulum dan pemanfaatan media teknologi. Namun di sisi lain, penyerapan output pembelajaran dalam hal ini lulusan sarjana masih banyak yang belum memenuhi kriteria ‘link and match’ dengan industri.
Banyak perusahaan saat ini tidak menitikberatkan calon karyawan hanya dari asal perguruan tinggi atau Indeks Prestasi Kumulatif (IPK), akan tetapi lebih dinilai dari performance kerja atau keterampilan yang dimiliki. Bahkan banyak lulusan sarjana di Indonesia yang bekerja tidak sesuai dengan jurusan dan kualifikasinya. Kebijakan Kampus Merdeka di perguruan tinggi sangat mendukung kualifikasi lulusan sarjana dari sudut pandang kebutuhan industri.
Salah satu kebijakan ter sebut membuka kebebasan ma hasiswa untuk bisa belajar di luar program studi dan keleluasa an untuk praktik atau magang di luar kampus selama tiga semester. Program magang memberikan pengalaman praktikal bagi para mahasiswa, sehingga itu menjadi langkah permulaan 'perkawinan' antara penyelenggara pendidikan tinggi dan pelaku industri.
Sistem pendidikan Indonesia yang selama ini berfokus pada pen dalaman teori di dalam kelas, kini secara bertahap diarahkan ke pada penguasaan kompetensi dan keterampilan lulusan untuk siap memasuki dunia kerja.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pe sat menuntut seluruh perguruan tinggi untuk menyesuaikan diri dengan berbagai macam perubahan yang ada di dalam sistem pembelajaran dan kebijakan internal in stitusi. Dalam perspektif manajemen pendidikan, ada beberapa pen dekatan korporasi yang bisa diterapkan namun juga ada pendekatan yang hanya bisa dilihat dari lensa institutional theory.
Dalam teori tersebut dijelaskan adanya perbedaan perspektif antar ‘agent’ seringkali menjadi permasalahan tersendiri di dalam institusi, termasuk bagaimana sebuah kebijakan atau aturan bisa diterapkan secara efektif. Dari permasalahan tersebut, institusi dinilai kurang fleksibel dibandingkan dengan kor porasi dilihat dari perubahan organisasi (organizational change).
Dalam pendekatan kerangka kerja Five Forces’ Porter (1979), se buah perusahaan harus mampu melihat kondisi eksternalnya dalam menciptakan suatu strategi yang dapat membentuk keunggulan bersaing dan keberlangsungan bisnis. Lima model analisis ke kuatan perusahaan tersebut di butuhkan untuk menentukan tingkat persaingan dan daya tarik pasar suatu industri.
Peran perguruan tinggi dalam hal ini sebagai ‘supplier’ sumber daya ma nusia (human resources) terhadap industri diharapkan dapat ikut serta memajukan industri de ngan memaksimalkan kapasitas produksi dan tingkat penjualan yang berujung pada peningkatan ro da perekonomian.
Pemanfaatan teknologi secara tidak langsung telah menjadi kebutuhan hampir di semua sektor termasuk di sektor pendidikan. Istilah disrupsi teknologi yang dulu pernah menjadi ancaman justru berubah menjadi keunggulan bagi institusi yang dapat beradaptasi secara baik.
Di dalam perkemba ngannya, disrupsi teknologi me nyebabkan adanya sistem pembelajaran baru dan pemanfaatan media teknologi dalam mempermudah sistem manajemen maupun operasional di institusi. Apabila dilihat dari perspektif strategic management, sebuah perusahaan harus memiliki strategi keunggulan bersaing untuk bisa bertahan dan mengembangkan bis - nisnya.
Sedangkan dalam perkembangannya, tantangan digitalisasi telah menambah pendatang baru (new entrants) dalam suatu industri termasuk industri pendidikan tinggi. Pendatang baru yang hadir lebih fokus pada kebutuhan di industri, seperti penyediaan sumber daya manusia yang terampil de ngan berbekal lama studi yang lebih singkat dibanding perguruan tinggi, seperti kursus atau sertifikasi.
Saat ini jumlah seluruh perguruan tinggi di Indonesia sudah men capai angka 4.000 lebih. Maka institusi pendidikan tinggi, dalam hal ini universitas, sekolah tinggi maupun institut, dituntut bisa menggunakan teknologi dalam setiap aspek penyelenggaraan ope rasional dan pembelajaran sehingga bisa tetap bertahan dalam persaingan antarinstitusi.
Pendidikan vokasi sudah mulai mengawinkan lulusannya langsung ke industri, mulai dari pendidikan menengah kejuruan (SMK), pendidikan vokasi diploma di bawah akademi maupun politeknik. Berbekal keahlian dan praktik di lapang an, pendidikan vokasi menjadi andalan bagi para industriawan dalam mencari tenaga kerja yang terampil.
Dengan kebijakan Kampus Merdeka, pendidikan tinggi di luar vokasi juga diharapkan bisa menyelaraskan antara teori yang diterima selama kuliah, penelitian melalui kar ya ilmiah, praktik be rupa magang, dan studi lintas program studi. Sehingga akan menghasilkan lulusan sarjana yang siap dikawinkan dengan industri di berbagai bidang.
Melalui tulisan ini, penulis ingin menyampaikan kembali atas pemikiran tentang strategi baru dalam proses transformasi pendidikan di era digital terkait dengan pemenuhan kepentingan bagi dunia industri, yaitu strategic model ISOLGSA (Kompas, 15 Desember 2020, Astrid Widayani).
Integrated Smart Online Learning (ISOL) mengguna kan pendekatan sumber daya internal institusi, yang meliputi sistem pembelajaran, sistem manajemen operasional, dan kebijakan akademik yang terintegrasi secara penuh secara digital. ISOL diharapkan bisa menjadi standardisasi sistem internal suatu institusi dalam proses digitalisasi.
Sehingga ISOL bisa membantu pe mangku kepentingan (stakeholder), dalam hal ini yayasan, maupun pimpinan institusi (rektor, ketua, atau direktur) dalam proses pengambilan keputusan karena dapat melihat seluruh aktivitas di dalam institusinya.
Dalam hal ini, ISOL juga dapat meminimalisasi konflik internal yang sering terjadi di institusi karena sudut pandang seluruh agen adalah sama, seperti yang dijelaskan di dalam agency theory.
Setelah seluruh kegiatan operasional sudah bisa diintegrasikan secara baik, maka output dalam hal ini lulusan juga diharapkan bisa lebih terukur. Lulusan sarjana juga harus bisa memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan oleh industri.
Oleh karena itu, proses penilaian akhir lulusan dibutuhkan adanya Graduates Skills Assessment (GSA). GSA merupakan bekal yang akan dimiliki oleh lulusan dengan nilai assessment yang bisa menjadikan bahan pertimbangan bagi industri dalam rekrutmen karyawan. Assessment ini berbeda dengan IPK yang menunjukkan nilai mata kuliah dari proses pembelajaran secara akademik. GSA akan menampilkan hasil keterampilan atau kompetensi sesuai dengan bidang ilmu yang harus dikuasai lulusan sesuai dengan program studinya. Penerapan ISOL-GSA diwujudkan
sebagai standar manajemen perguruan tinggi di era digital dan mendukung efektivitas pelaksanaan kebijakan Kampus Merdeka. Penyelenggaraan pembelajaran hingga proses penilaian lulusan per guruan tinggi harus sudah melibatkan pemanfaatan teknologi. Transformasi pendidikan di Indonesia harus dimulai.
Melalui sistem maka pemerintah bisa meng ukur dengan baik kondisi dan kualitas tenaga kerja di Indonesia. Kualitas lulusan perguruan tinggi akan sangat memengaruhi kinerja tenaga kerja industri dalam negeri. Melalui inovasi, penelitian, pengalaman praktik, semangat kewirausahaan dan critical thinking yang dimiliki para lulusan sarjana kita, maka kondisi perekonomian negara secara makro akan sangat kuat. Lulusan sarjana pada akhirnya akan menjadi ujung tombak kinerja industri di Indonesia.
*) Dosen Manajemen Stratejik, Fakultas Ekonomi Universitas Surakarta; Mahasiswa Doctoral Program, Doctor of Business Administration, Business Transformation and Entrepreneurship - Business School Lausanne, Switzerlan
Editor : Gora Kunjana (gora_kunjana@investor.co.id)
Opini ini telah diterbitkan pada laman investor.co.id